Minggu, 18 November 2018

Mencuri di Kebun Orang karena Darurat



أقبلت مع سادتي نريد الهجرة، حتى دنونا من المدينة، قال: فدخلوا المدينة وخلفوني في ظهرهم، قال: فأصابني مجاعة شديدة، قال: فمر بي بعض من يخرج من المدينة فقالوا لي: لو دخلت المدينة فأصبت من ثمر حوائطها، فدخلت حائطا فقطعت منه قنوين، فأتاني صاحب الحائط، فأتى بي إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم وأخبره خبري، وعلي ثوبان، فقال لي:  أيهما أفضل؟، فأشرت له إلى أحدهما فقال: خذه، وأعطى صاحب الحائط الآخر وخلى سبيلي

“Aku datang bersama tuanku, kami ingin hijrah. Sampai kami di dekat kota Madinah.” Ia berkata, “Mereka masuk kota Madinah dan mereka meninggalkanku di belakang mereka.” Ia berkata, “Aku mengalami kelaparan yang sangat.” Ia berkata, “Sebagian orang yang keluar dari Madinah melintasiku dan mereka berkata kepadaku, ‘Seandainya kamu masuk kota Madinah, maka kamu akan mendapati buah di kebun-kebun kota Madinah.’ Lalu aku masuk ke satu kebun, lalu aku memotong dua tandan. Lalu pemilik kebun mendatangiku dan membawaku kepada Rasululloh صلى الله عليه وسلم dan ia menyampaikan masalahku kepada Rasululloh. Aku memiliki dua baju. Lalu Rasululloh berkata kepadaku, ‘Yang mana di antara keduanya yang lebih bagus?’ Aku menunjuk ke salah satu dari keduanya. Lalu Rasululloh berkata, ‘Ambillah.’ Lalu Rasululloh memberikan baju yang lain kepada pemilik kebun dan Rasululloh membebaskanku.”

Syaikh al-Albani رحمه الله berkata:
Termasuk fiqih hadis: Padanya terdapat dalil akan bolehnya makan dari harta orang lain dengan tanpa izin dalam kondisi darurat, bersamaan dengan wajibnya mengganti. Faedah ini disebutkan oleh Baihaqi.

Syaukani berkata: Padanya terdapat dalil akan didendanya seorang pencuri sebesar apa yang diambilnya dari sesuatu yang tidak wajib hukuman had.  Juga menunjukkan bahwa hajat tidak membolehkan untuk mengambil harta orang bersamaan dengan keberadaan sesuatu yang memungkinkan untuk diambil manfaatnya (sebagai ganti) atau dengan harganya, walaupun hal tersebut termasuk hajat manusia menyeru kepadanya.  Sesungguhnya Rasululloh mengambil salah satu dari dua bajunya dan memberikannya kepada pemilik kebun kurma.

Dari sini, jelas kesalahan Syaikh Taqiyudin an-Nabhani dalam bukunya an-Nidhâm al-Iqtishâdi fi al-Islâm. Ia membolehkan padanya (hal.: 20-21) bagi seseorang bila ia tidak memungkinkan untuk bekerja dan tidak ada kelompok Islam yang menghilangkan kelaparannya maka ‘ia mengambil sesuatu yang menghilangkan laparnya dari tempat mana saja yang ia dapati. Sama saja apakah sesuatu tersebut milik individu atau milik Negara dan ia memilikinya dan halal baginya. Boleh (baginya) untuk mendapatkan sesuatu tersebut dengan kekuatan. Bila seorang yang lapar mengambil makanan yang ia memakannya maka makanan ini menjadi miliknya.’

Aspek kesalahannya sangat jelas, yaitu dari beberapa sisi. Yang paling penting adalah bertentangan dengan hadis ini. Sesungguhnya Rasululloh tidak memberikan kepemilikan kepada orang yang kelaparan tersebut makanan yang diambilnya, selama ia memiliki gantinya. Di antaranya (sisi kesalahan yang lain) bahwa orang yang butuh tersebut memiliki jalan-jalan syar’i yang ia harus menempuhnya, semisal meminjam tanpa riba (bunga), meminta manusia sesuatu yang mencukupinya secara syar’i, dan semisal hal tersebut dari sarana-sarana yang memungkinkan. Kenapa Syaikh (an-Nabhani) –semoga Alloh memaafkannya- berpaling dari sarana-sarana syar’i tersebut dan membolehkan bagi seseorang untuk mengambil harta orang dengan kekuatan tanpa mensyaratkan baginya untuk menempuh jalan-jalan yang disyariatkan? Aku tidak ragu bahwa seandainya pendapat Syaikh (an-Nabhani) ini tersebar di antara manusia maka akan menyebabkan kerusakan-kerusakan yang tidak ada yang mengetahui akibatnya kecuali Alloh.

( سلسلة الأحاديث الصحيحة وشيء من فقهها وفوائدها )


✍🏻 Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc
       …

════❁✿📓📓📓✿❁════

Grup Whatsapp : https://chat.whatsapp.com/B4U8s75BCHE0qrcIhql34h

Jumat, 16 November 2018

Hukum Mengirim Bacaan al-Qur'an untuk Mayit


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله ditanya, apakah membaca al-Qur’an untuk mayit, ganjarannya sampai kepada mayit? Bagaimana dengan (hukum) upah membaca al-Qur’an untuk mayit dan makanan keluarga mayit bagi para tamu?

Maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab:

Segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam. Adapun sedekah untuk mayit, maka mayit dapet manfaat dengannya dengan kesepakatan kaum muslimin. Tlh datang hadis-hadis shahih dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Semisal perkataan Sa’d, “Wahai Rasululloh, ibuku mati mendadak dan aku memandangnya seandainya ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah. Apakah bermanfaat baginya bila aku bersedekah untuknya?” Maka Rasululloh menjawab, “Ya.”

Demikian pula menghajikan mayit, menyembelih kurban untuk mayit, doa, dan istighfar untuk mayit bermanfaat bagi mayit, dengan tanpa ada perselisihan di antara para imam kaum muslimin.

Adapun puasa untuk mayit, shalat sunah untuk mayit, dan membaca al-Qur’an untuk mayit maka dalam masalah ini ada dua pendapet di antara para ulama.

Awal: Mayit dapet manfaat dengan hal tersebut. Ini madzhab Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan selain keduanya, serta sebagian para sahabat Imam Syafi’i dan selain mereka.
Kedua: Tidak sampai kepada mayit. Ini masyhur dalam madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i.

Adapun menyewa orang-orang untuk membacakan al-Qur’an untuk mayit dan meniatkan ganjaran bacaan al-Qur’an untuk mayit, maka hal tersebut tidak sah. Para ulama mereka tlh berselisih akan bolehnya mengambil upah dalam mengajarkan al-Qur’an, adzan, menjadi imam shalat, dan menghajikan orang karena orang yang menyewa tersebut mengambil manfaatnya.

Ada yang berpendapet: Sah untuk hal tersebut, sebagaimana ini masyhur dalam madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i.

Ada yang berpendapet: Tidak boleh karena amalan-amalan ini pelakunya dikhususkan untuk menjadi orang-orang yang mendekatkan diri kepada Alloh. Sesungguhnya amalan-amalan tersebut sah dari seorang muslim bukan dari seorang kafir, maka amalan-amalan tersebut tidak boleh dikerjakan kecuali di atas aspek mendekatkan diri kepada Alloh. Bila amalan-amalan tersebut dikerjakan untuk suatu tujuan dunia maka tidak ada ganjarannya dengan kesepakatan kaum muslimin karena Alloh hanya menerima amalan yang diinginkan dengannya wajah-Nya, bukan amalan yang dikerjakan untuk tujuan duniawi.

Ada yang berpendapet: Boleh mengambil upah membacakan al-Qur’an untuk mayit bagi orang miskin, bukan bagi orang kaya. Ini pendapet ketiga dalam madzhab Imam Ahmad, sebagaimana Alloh mengizinkan bagi wali anak yatim untuk ikut makan harta anak yatim bila ia miskin dan tidak ikut makan harta anak yatim bila ia orang kaya. Ini pendapet yang paling kuat daripada selainnya. Berdasarkan ini, maka bila seorang miskin mengerjakannya karena Alloh dan ia mengambil upah karena ia butuh kepada upah tersebut (sebab miskin) yang ia menggunakan upah tersebut untuk taat kepada Alloh maka Alloh akan memberinya ganjaran sesuai dengan niatnya, sehingga ia tlh makan yang baik dan beramal shalih.

Adapun bila ia tidak membaca al-Qur’an kecuali untuk tujuan duniawi maka tidak ada ganjaran baginya dengan hal tersebut. Bila ia tidak dapet ganjaran dalam hal tersebut maka tidak ada sesuatu ganjaran pun yang sampai kepada mayit, karena yang sampai kepada mayit adalah ganjaran amal bukan amal itu sendiri.

Bila ia bersedekah dengan harta ini kepada orang yang berhak, maka hal tersebut sampai kepada mayit. Bila ia memberikan sedekah tersebut kepada orang yang menggunakan sedekah tersebut untuk membaca al-Qur’an dan mengajarkannya maka ini lebih utama dan lebih baik. Sesungguhnya membantu kaum muslimin dengan jiwa dan harta untuk belajar al-Qur’an, membacanya, dan mengajarkannya termasuk amalan yang paling utama.

Adapun keluarga mayit membuat makanan yang mereka mengundang manusia untuk (membaca al-Qur’an) untuk mayit maka ini tidak disyariatkan. Sesunguhnya ini adlh bid’ah. Bahkan Jarir bin Abdulloh tlh berkata:
كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَتَهُمْ الطَّعَامَ لِلنَّاسِ مِنْ النِّيَاحَةِ.
“Dahulu kami menganggap berkumpul di keluarga mayit dan mereka membuat makanan untuk manusia termasuk niyahah.”

Sesungguhnya sunahnya, bila mayit mati hendaknya dibuatkan makanan untuk keluarga mayit  sebagaimana Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata tatkala datang kabar kematian Ja’far bin Abu Thalib:
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
“Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far, sungguh tlh datang kepada mereka apa yang menyibukkan mereka.”

( مجموع الفتاوى )


✍🏻Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc

════❁✿📓📓📓✿❁════

Grup Whatsapp : https://chat.whatsapp.com/B4U8s75BCHE0qrcIhql34h

Kamis, 15 November 2018

Shalat Jum'at adalah Hajinya Orang-Orang Miskin (Hadis Palsu)


الجمعة حج الفقراء، وفي لفظ: المساكين

“Shalat Jum’at adlh hajinya orang-orang fakir.” Dalam lafazh lain, “Orang-orang miskin.”

Syaikh al-Albani رحمه الله berkata, “Palsu.”

( سلسلة الأحاديث الضعيفة والموضوعة وأثرها السيئ في الأمة )


✍🏻 Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc

════ ❁✿ 📓📓📓✿❁ ════

Grup Whatsapp : https://chat.whatsapp.com/B4U8s75BCHE0qrcIhql34h

Rabu, 14 November 2018

Aku Beriman kepada Alloh dan kepada Apa yang Datang dari Alloh Sesuai yang Dimaksudkan Alloh


قال الإمام أبو عبد الله محمد بن إدريس الشافعي رضي الله عنه: آمنت بالله وبما جاء عن الله، على مراد الله، وآمنت برسول الله، وبما جاء عن رسول الله على مراد رسول الله.
وعلى هذا درج السلف وأئمة الخلف رضي الله عنهم، كلهم متفقون على الإقرار والإمرار والإثبات، لما ورد من الصفات في كتاب الله وسنة رسوله من غير تعرض لتأويله. وقد أمرنا بالاقتفاء لآثارهم، والاهتداء بمنارهم  وحذرنا المحدثات وأخبرنا أنها من الضلالات، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، عضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة.

Ibnu Qudamah al-Maqdisi رحمه الله berkata:

Imam Abu Abdulloh Muhammad bin Idris asy-Syafi’i رضي الله عنه berkata, “Aku beriman kepada Alloh dan kepada apa yang datang dari Alloh sesuai yang dimaksudkan Alloh, dan aku beriman kepada Rasululloh dan kepada apa yang datang dari Rasululloh sesuai yang dimaksudkan Rasululloh.”

Di atas ini, kaum salaf dan para imam khalaf رضي الله عنهم berjalan, mereka semua sepakat untuk menetapkan, membiarkan, dan itsbat terhadap sifat-sifat Alloh yang datang dalam al-Qur’an dan Sunah Rasul-Nya tanpa mengusiknya dengan ta’wil. Sungguh kita tlh diperintahkan untuk mencukupkan diri dengan atsar-atsar mereka dan mengambil petunjuk dari menara mereka, kita tlh diberi peringatan dari perkara-perkara baru, dan kita tlh diberi tahu bahwa perkara-perkara baru tersebut termasuk kesesatan. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، عضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور، فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة
“Wajib bagi kalian untuk berpegang dengan Sunahku dan Sunah para khulafa’ ar-Rasyidin yang mendapet petunjuk setelahku. Gigitlah sunah-sunah tersebut dengan gigi geraham kalian. Hati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru (dalam agama). Sesungguhnya setiap perkara baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”
( لمعة الاعتقاد لابن قدامة المقدسي )

Syaikh Utsaimin رحمه الله berkata:
Perkataan Imam Syafi’i mengandung hal-hal sebagai berikut:

1- Beriman kepada apa yang datang dari Alloh di dalam al-Qur’an yang gamblang di atas apa yang Alloh maksudkan tanpa menambah, tanpa mengurangi, dan tanpa mentahrif.

2- Beriman dengan apa yang datang dari Rasululloh صلى الله عليه وسلم dalam Sunah Rasululloh صلى الله عليه وسلم di atas apa yang dimaksudkan Rasululloh صلى الله عليه وسلم tanpa menambah, tanpa mengurangi, dan tanpa mentahrif.

3- Dalam perkataan ini terdapet bantahan terhadap para pelaku ta’wil dan para pelaku tamtsil, karena setiap dari mereka tidak beriman dengan apa yang datang dari Alloh dan Rasul-Nya di atas yang dimaksudkan Alloh dan Rasul-Nya. Para pelaku ta’wil mengurangi dan para pelaku tamtsil  menambah.

Jalan kaum salaf yang mereka berjalan di atasnya dalam sifat-sifat Alloh adalah iqrar (menetapkan) dan itsbat (menetapkan) apa yang datang dari sifat-sifat Alloh dalam al-Qur’an dan Sunah Rasul-Nya tanpa mengusik dengan menta’wilnya dengan apa yang tidak sesuai dengan yang dimaksudkan Alloh dan Rasul-Nya.
( تعليق مختصر على كتاب لمعة الاعتقاد الهادي إلى سبيل الرشاد للعثيمين )


✍🏻Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc
       …

════❁✿📓📓📓✿❁════

Grup Whatsapp : https://chat.whatsapp.com/B4U8s75BCHE0qrcIhql34h

Makan Sambil Berjalan


كنّا نشربُ ونحنُ قِيامٌ، ونأكلُ ونحنُ نمشي، على عهدِ رسولِ الله صلى الله عليه وسلم

“Dahulu kami minum dan kami dalam keadaan berdiri, kami makan dan kami dalam keadaan berjalan di masa Rasululloh صلى الله عليه وسلم .”

Syaikh al-Albani berkata, “Dalam hadis ini terdapet manfaat yang penting, yaitu bolehnya makan sambil berjalan.”

( سلسلة الأحاديث الصحيحة وشيء من فقهها وفوائدها )


✍🏻Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc
       …

════❁✿📓📓📓✿❁════

Grup Whatsapp: https://chat.whatsapp.com/B4U8s75BCHE0qrcIhql34h

Hukum Minum Sambil Berdiri


Soal: Aku membaca buku-buku agama yang banyak. Misalnya aku membaca hadis-hadis Rasululloh صلى الله عليه وسلم yang melarang untuk minum sambil berdiri. Aku membaca bahwa Rasululloh صلى الله عليه وسلم minum sambil berdiri. Aku membaca bahwa Rasululloh صلى الله عليه وسلم melarang untuk kencing berdiri. Aku membaca bahwa Rasululloh صلى الله عليه وسلم melarang untuk mendengarkan musik. Aku membaca bahwa Rasululloh صلى الله عليه وسلم mendengar musik dengan Abu Bakar. Apakah hadis-hadis ini shahih? Jazakumulloh khair.

Jawab: 

Hukum asalnya seseorang minum sambil duduk dan ini yang utama. Ia boleh minum sambil berdiri dan Nabi صلى الله عليه وسلم tlh mengerjakan keduanya yang menunjukkan bahwa masalah dalam hal ini luas.
وبالله التوفيق، وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم.

Al-Lajnah ad-Daimah untuk Riset Ilmiah dan Fatwa

Pimpinan: Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baz
Wakil pimpinan: Abdur Razaq Afifi
Anggota: Abdulloh Ghudayan dan Abdulloh Qa’ud

Sumber: فتاوى اللجنة الدائمة


✍🏻Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc
       …

════❁✿📓📓📓✿❁════

grup wa: https://chat.whatsapp.com/B4U8s75BCHE0qrcIhql34h