Sabtu, 24 Juni 2023

Jual Beli dengan Dipaksa, Tidak Sah

 

Syaikh Utsaimin رحمه الله berkata:

 

Seseorang memaksa orang lain untuk menjual kepadanya mobilnya, jamnya, penanya, atau bukunya. Lalu ia menjualnya. Ia berkata, “Sungguh kamu menjual ini kepadaku atau saya akan berbuat kepadamu gini (ancaman).” Lalu ia menjualnya. Orang ini dipaksa (untuk menjual hartanya) dengan tanpa kebenaran, maka jual beli ini tidak sah.

 

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=-3mZiLovCBk

 


 

 

Kamis, 22 Juni 2023

Sebagian Para Dai Tidak Tahu Halal dan Haram

 

فإن بعض الدعاة اليوم ليس عندهم علم، وإنما يجيد الكلام والشَّقْشَقَة والخطابة، لكن ليس عنده علم، بحيث لو عرضت له أدنى شُبهة، أو سئل عن أدنى مسألة في الحرام والحلال تخبّط فيها

 

Syaikh Shalih al-Fauzan حفظه الله berkata:

 

Sesungguhnya sebagian para dai di hari ini, mereka tidak memiliki ilmu. Sesungguhnya mereka pandai berkata, fasih dalam berbicara, dan pandai berkhutbah. Akan tetapi mereka tidak memiliki ilmu. Yang mana seandainya dihadapkan kepada mereka syubhat yang paling mudah, atau ditanya tentang masalah yang paling gampang tentang haram dan halal, maka mereka kesulitan dalam menjelaskannya.

 

إعانة المستفيد بشرح كتاب التوحيد

Syarh "Alloh Menguatkan Agama Ini dengan Seorang Lelaki Fajir"

 

Soal: Apa makna hadis yang berbunyi:

إن الله ليؤيد هذا الدين بالرجل الفاجر

“Sesungguhnya Alloh menguatkan agama ini dengan seorang lelaki fajir.” (Muttafaq ‘alaih). Apa maksud hadis ini?

 

Jawab:

 

Hadis ini ada dalam ash-Shahîhain. Dalam lafazh Bukhari dari Abu Hurairah رضي الله عنه berkata:

شهدنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال لرجل ممن يدعي الإسلام: " هذا من أهل النار " فلما حضر القتال قاتل الرجل قتالا شديدا، فأصابته جراحة فقيل: يا رسول الله: الذي قلت: " إنه من أهل النار"، فإنه قد قاتل اليوم قتالا شديدا وقد مات. فقال النبي صلى الله عليه وسلم: " إلى النار ". قال: فكاد بعض الناس أن يرتاب، فبينما هم على ذلك إذ قيل: إنه لم يمت، ولكن به جراحا شديدة، فلما كان من الليل لم يصبر على الجراح فقتل نفسه. فأخبر النبي صلى الله عليه وسلم بذلك فقال: " الله أكبر، أشهد أني عبد الله ورسوله " ثم أمر بلالا فنادى بالناس: إنه لا يدخل الجنة إلا نفس مسلمة، وإن الله ليؤيد هذا الدين بالرجل الفاجر.

 

Kami menyaksikan bersama Rasululloh , lalu Rasululloh berkata kepada seorang lelaki dari orang-orang yang mengaku Islam, “Ini termasuk penghuni Neraka.” Tatkala perang berlangsung, lelaki tersebut berperang dengan sangat berani. Lalu ia terluka. Ada yang berkata, “Wahai Rasululloh, yang engkau katakan ia termasuk penghuni Neraka, ia hari ini berperang dengan sangat berani. Ia telah meninggal dunia. Nabi berkata, “Ia ke Neraka.”

Abu Hurairah berkata: Hampir saja sebagian manusia ragu. Tatkala mereka demikian, tiba-tiba ada yang berkata, “Ia belum meninggal dunia. Akan tetapi ia terluka dengan luka yang parah.” Di malam harinya, ia tidak sabar terhadap lukanya, lalu ia bunuh diri. Nabi diberitahu akan hal tersebut. Maka Nabi berkata, “Alloh Maha Besar. Saya bersaksi bahwa saya adalah hamba Alloh dan Rasul-Nya.” Lalu Nabi memerintahkan Bilal dan Bilal menyeru kepada manusia, “Sesungguhnya tidak akan masuk Surga kecuali jiwa yang tunduk patuh kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh menguatkan agama ini dengan seorang lelaki fajir.”

 

Maknanya, sesungguhnya Alloh menolong agama Islam dan memuliakannya dengan seorang yang fasik, tidak adil.”

 

Kita memohon taufik kepada Alloh. Semoga shalawat dan salam Alloh terlimpahkan untuk Nabi kita Muhammad, keluarganya, dan para sahabatnya.

 

اللجنة الدائمة للبحوث العلمية والإفتاء

 

Ketua: Syaikh Abdul Aziz bin Abdulloh bin Baz

Wakil: Syaikh Abdur Razaq Afifi

Anggota: Syaikh Abdulloh Ghudayan

 

Rabu, 21 Juni 2023

Berlindung kepada Alloh dari Tetangga yang Buruk

 

اللَّهُمَّ إنِّي أعُوذُ بِكَ مِنْ جارِ السوءِ فِي دَارِ المُقامَةِ فإنَّ جارَ البادِيَةِ يَتَحَوَّلُ

 

“Ya Alloh, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk di rumah menetap, sesungguhnya tetangga baduwi akan berpindah.” (Shahíh al-Jámi’)

 

Al-Munawi berkata dalam Faidh al-Qadír Syarh al-Jámi’ ash-Shaghír:

“Ya Alloh, aku berlindung,” yaitu aku meminta perlindungan dan penjagaan.

“Kepada-Mu dari tetangga yang buruk,” yaitu dari kejahatannya.

“Dirumah menetap,” tempat menetap karena kejahatannya terus-menerus dan gangguannya tidak berhenti.

“Sesungguhnya tetangga baduwi akan berpindah,” tenggang waktunya pendek, memungkinkan untuk bersabar (menghadapinya), sehingga kemudharatannya tidak besar.

Berlindung Kepada Alloh dari Mati Digigit Binatang Berbisa

 Soal: Kenapa Rasul berdoa dengan doa ini, yaitu:

أعوذ بك أن أموت لديغا

“Saya berlindung kepada-Mu dari saya mati dalam keadaan digigit ular berbisa.” (HR. Abu Dawud, Nasa’i, dan Ahmad).

Apakah tidak terpuji seseorang mati dalam keadaan digigit ular berbisa? Semoga Alloh membalasmu dengan kebaikan.

 

Jawab:

 

Segala puji bagi Alloh. Semoga shalawat dan salam Alloh untuk Rasul-Nya, keluarganya, dan para sahabatnya. Amma ba’du:

 

Sungguh telah datang dalam Sunan Abi Dawud dari Abu al-Yusr bahwa Rasululloh berdoa:

اللَّهمَّ إنِّي أعوذُ بكَ منَ الهدْمِ وأعوذُ بكَ منَ التَّردِّي وأعوذُ بكَ منَ الغرَقِ والحرْقِ والهرَمِ وأعوذُ بكَ أن يتخبَّطني الشَّيطانُ عندَ الموتِ وأعوذُ بكَ أن أموتَ في سبيلِكَ مدبرًا وأعوذُ بكَ أن أموتَ لديغًا

“Ya Alloh, saya berlindung kepada-Mu dari tertimpa bangunan, saya berlindung kepada-Mu dari terjatuh dari ketinggian, saya berlindung kepada-Mu dari tenggelam dan terbakar, saya berlindung kepada-Mu dari pikun, saya berlindung kepada-Mu dari dirasuki Setan tatkala meninggal dunia, saya berlindung kepada-Mu dari saya mati di jalan-Mu dalam keadaan lari dari medan perang, dan saya berlindung kepada-Mu dari saya mati dalam keadaan digigit ular berbisa.”

 

Hadis ini telah mengumpulkan antara meminta perlindungan dari dua macam perkara yang dibenci dan berbagai musibah:

 

1-      Perkara-perkara yang padanya murni keburukan dalam semua keadaan. Semisal seseorang kerasukan Setan tatkala meninggal dunia dan seseorang mati di jalan Alloh dalam keadaan lari dari medan perang.

 

2-      Perkara-perkara yang ia adalah musibah, akan tetapi datang hadis-hadis yang menyatakan bahwa siapa yang mati dengan musibah ini, maka baginya ganjaran orang yang mati syahid.

 

 

Karenanya, para ulama merasa kesulitan untuk memahami meminta perlindungan dari perkara-perkara ini, padahal perkara-perkara ini menjadi sebab mati syahid, semisal mati dalam keadaan tertimpa bangunan, terbakar, dan digigit binatang berbisa.

 

Para ulama telah menjawab kesulitan ini yang maknanya bahwa perkara-perkara ini termasuk perkara-perkara yang sangat memberatkan dan menyedihkan. Kadang seseorang apabila tertimpa dengannya, ia tidak sabar dan ia mengalami kesedihan serta marah dengannya. Sehingga ia mati su’ul khatimah.

 

Dalam Faidh al-Qadir karya Munawi disebutkan, “Nabi meminta perlindungan dari perkara-perkara ini bersamaan dengan padanya ada memperoleh derajat mati syahid. Karena perkara-perkara ini sangat memberatkan dan menyedihkan yang seseorang tidak akan kuat bersamanya. Kadang Setan menggelincirkannya sehingga mengurangi agamanya. Karena ini termasuk kematian tiba-tiba dan celaan yang disesalkan.”

 

Dalam Mirqat al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashabih disebutkan, Turibisyti berkata, “Sesungguhnya Nabi meminta perlindungan dari musibah-musibah ini bersamaan dengan apa yang dijanjikan padanya dari derajat mati syahid, karena musibah-musibah ini adalah ujian yang sangat memberatkan dan menyedihkan yang hampir tidak ada seorang pun yang bisa bersabar bersamanya dan kuat menanggungnya, atau pada saat terjadinya musibah tersebut ia menyebutkan sesuatu yang wajib baginya di saat itu. Kadang Setan mengambil kesempatan yang ia tidak pernah mendapatinya dalam kondisi semacam ini, sehingga Setan membawanya kepada apa yang memudharatkan agamanya. Kemudian pula musibah ini datang kepadanya secara tiba-tiba sehingga musibah ini mengandung sebab-sebab yang telah kami sebutkan pada kematian tiba-tiba.”

 

Dalam Syarh Sunan Abi Dawud karya Syaikh AbdulMuhsin al-Abbad disebutkan, “Telah datang bahwa orang yang mati tenggelam, orang yang mati terbakar, dan orang yang mati digigit ular berbisa adalah orang-orang yang mati syahid. Akan tetapi kalau mereka masih hidup, maka sungguh diperoleh baginya perkara-perkara yang ia tidak mampu untuk bersabar bersamanya. Sehingga ia merasa rugi dan sempit hati. Meminta perlindungan dari perkara-perkara ini secara umum, sama saja apakah ia mati karenanya atau tidak, maka ia minta perlindungan darinya.”

Wallohu a’lam.

 

Sumber: إسلام ويب

 

Taubat Orang Yang Khianat Harta Orang Lain

 

Taubatnya orang yang khianat harta orang lain adalah dengan mengembalikan harta tersebut kepada orang yang ia khianati hartanya. Kalau ia tidak mengembalikan harta tersebut kepada orang yang ia khianati, berarti taubatnya tidak benar. Karena belum mengembalikan hak orang kepada yang memiliki hak tersebut. Karena termasuk syarat sahnya taubat yang berkaitan dengan hak orang lain adalah mengembalikan hak tersebut kepada pemiliknya. Sebagaimana yang dikatakan para ulama.

Selasa, 20 Juni 2023

Hukum Menggugurkan Janin Setelah Ditiupkan Ruh padanya

 

Syaikh Utsaimin رحمه الله berkata:

 

Sesungguhnya ditiupkannya ruh setelah janin berumur empat bulan. Berdasarkan sabda Nabi :

ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ المَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ

“Lalu dikirim kepadanya seorang malaikat, lalu ia meniupkan ruh kepadanya.”

 

Berdasarkan ini, maka:

1-      Apabila janin keguguran setelah ditiupkan ruh padanya, maka ia dimandikan, dikafani, dishalatkan, dikubur di kuburan kaum muslimin, diberi nama, dan dilakukan aqiqah untuknya. Karena ia adalah seorang manusia, maka tetap baginya hukum manusia dewasa.

 

2-      Setelah ditiupkannya ruh kepadanya, diharamkan menggugurkannya bagaimanapun keadaannya. Apabila telah ditiupkan ruh kepadanya, maka tidak mungkin untuk menggugurkannya, karena menggugurkan janin tersebut dalam keadaan semacam ini menyebabkan kebinasaannya. Tidak boleh membunuhnya karena ia adalah seorang manusia.

 

Apabila ada yang berkata, “Apa pendapetmu kalau ia tetap hidup menyebabkan kematian ibunya. Apakah ia digugurkan sehingga ibunya tetap hidup atau ia dibiarkan sehingga ibunya binasa, kemudian janin tersebut juga binasa?

 

Jawab: Kita katakan, kadang orang-orang yang menggunakan istihsan / menganggap baik akan berpendapet dengan pendapet pertama. Akan tetapi istihsan tersebut bertentangan dengan syariat.

 

Kita berpendapet dengan yang kedua. Ini yang wajib, dengan makna tidak boleh menggugurkannya sampai kalau para dokter berkata, “Kalau ia tetap dibiarkan hidup, maka ibunya akan mati.”

 

Orang yang berpendapet untuk menggugurkan janin tersebut berhujah dengan apabila ibunya mati, maka janin tersebut akan mati, sehingga dua nyawa mati. Apabila kita mengeluarkan janin tersebut, maka janin tersebut akan mati, akan tetapi ibunya selamat.

 

Bantahan untuk pendapet yang rusak ini, kita katakan:

Yang pertama: Membunuh jiwa untuk menyelamatkan jiwa yang lain tidak boleh. Karenanya seandainya ada dua orang dalam suatu safar di padang pasir dan tidak ada bekal bagi keduanya. Orang pertama adalah orang tua sedangkan yang kedua berusia sembilan belas atau dua puluh tahun. Orang yang tua sangat lapar yang mana seandainya ia tidak makan, maka ia akan mati. Maka tidak boleh bagi orang tua ini untuk membunuh yang kecil untuk dimakannya agar ia hidup, dengan kesepakatan kaum muslimin.

 

Seandainya anak kecil tersebut meninggal dunia karena kelaparan dan orang tua tersebut masih hidup, maka ia mungkin memakannya sehingga ia tetap hidup atau ia tidak memakannya sehingga ia mati. Apakah boleh baginya untuk memakan badan anak kecil tersebut?

 

Jawab: Madzhab Imam Ahmad رحمه الله dalam pendapet yang masyhur darinya bahwa tidak boleh memakannya. Karena Nabi bersabda:

كَسْرُ عَظْمِ الميِّتِ كَكَسْرِهِ حَيَّاً

“Mematahkan tulang orang mati semisal mematahkannya tatkala ia hidup.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah). Menyembelih mayit semisal menyembelihnya tatkala ia hidup.

 

Pendapet kedua dalam masalah ini: Boleh memakannya sebatas apa yang bisa menyelamatkannya dari kematian, karena keharaman orang hidup lebih besar daripada keharaman seorang mayit.

 

Yang pertama kita katakan: Seandainya kita menggugurkan janin sehingga ia mati, maka kita yang telah membunuhnya. Dan seandainya kita membiarkannya hidup, maka ibunya akan mati, lalu ia akan ikut mati. Yang mematikan keduanya adalah Alloh, yaitu bukan perbuatan kita.

 

Yang kedua: Tidak mengharuskan matinya ibu, akan menyebabkan kematian janin, terlebih di zaman kita sekarang. Karena sangat mungkin untuk dilakukan operasi cepat untuk mengeluarkan janin tersebut sehingga ia tetap hidup. Karenanya sebagian para dokter hewan pada kambing dan semisalnya, apabila induk kambing mati, mereka bisa mengeluarkan janin kambing tersebut sebelum janinnya mati.

 

Demikian pula kita katakan, seandainya janin tersebut mati di perut ibunya dari sisi Alloh, tidak mengharuskan ibunya mati juga. Maka janin tersebut dikeluarkan karena ia mayit dan ibunya tetap hidup.

 

Kesimpulan: Apabila telah ditiupkan ruh kepada janin, maka tidak boleh menggugurkannya, bagaimanapun keadaannya.

 

شرح الأربعين النووية

Makar Termasuk Sifat Orang-Orang Jahat

Termasuk hikmah Alloh untuk Dia menjadikan di dunia ini kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kebatilan. Tidak ada yang bisa menolak hikmah-Nya. Dia menjadikan di setiap zaman dan setiap tempat, manusia yang hidup di muka bumi untuk berbuat kerusakan, menyebarkan keburukan, dan memerangi keutamaan. Dia menguji sebagian manusia dengan sebagian manusia yang lain, agar Alloh menguji para hamba-Nya.

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا فِي كُلِّ قَرْيَةٍ أَكَابِرَ مُجْرِمِيهَا لِيَمْكُرُوا فِيهَا وَمَا يَمْكُرُونَ إِلَّا بِأَنْفُسِهِمْ وَمَا يَشْعُرُونَ

“Dan demikianlah Kami adakan pada tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.

 

Makar adalah mengatur secara rahasia yang dilakukan oleh para pelakunya untuk mereka melaksanakan apa yang mereka rencanakan dari menimpakan gangguan kepada orang yang benar. Mereka adalah sekelompok manusia yang al-Qur’an menyebutkan mereka dengan lafazh الملأ / al-mala’. Mereka adalah para pemimpin, para pembesar, para tokoh kaum mereka. Mereka menonjol di masyarakat mereka. Mereka perkataannya di terima kaum mereka. Manusia memuliakan mereka. Mereka adalah orang yang berhak untuk memimpin masyarakat sesuai dengan pemahaman kemasyarakatan yang mereka hidup di situ. Dimutlakkannya kata al-mala’ dalam al-Qur’an untuk menjelaskan fakta, bukan untuk menjelaskan hakikatnya. Atau karena mereka berhak mendapetkan kedudukan ini, yaitu kedudukan kepemimpinan dan ketokohan.

 

Ibnu al-Jauzi رحمه الله  berkata:

Sesungguhnya dijadikan para pembesar dari orang-orang fasik di suatu negeri karena mereka diberi kepemimpinan dan kekayaan. Mereka adalah orang-orang jahat yang suka untuk menguasai para hamba. Mereka menentang setiap dakwah yang menyampaikan kepada dirampasnya kedudukan dan kewibawaan mereka serta hilangnya kekuasaan mereka terhadap para hamba.

 

Karenanya, para pelaku kebatilan di setiap zaman dan di setiap tempat berusaha untuk memusuhi dakwah yang benar dan mereka menolak setiap apa yang merampas kekuasaan mereka. Bahkan mereka menghasut manusia untuk menentang dakwah. Sebagaimana kisah Nabi Nuh عليه السَّلام:

فَقَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُرِيدُ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَنْزَلَ مَلَائِكَةً مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ

“Maka pemuka-pemuka orang yang kafir di antara kaumnya menjawab, ‘Orang ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, yang bermaksud hendak menjadi seorang yang lebih tinggi dari kamu. Dan seandainya Alloh menghendaki, maka Dia mengutus beberapa orang malaikat. Kami tidak pernah mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu.’”

 

Mereka dengan kedudukan mereka –untuk menjaga kedudukan mereka- menghasut manusia untuk menolak dakwah dan menolak Nuh serta menghasut manusia untuk memusuhi Nuh. Mereka berkata kepada manusia, “Sesungguhnya Nuh ingin menjadi pemimpin kalian.” Tujuannya agar manusia berpaling dari Nuh agar kekuasaan mereka tetap langgeng.

 

Ini misal dari para rasul terdahulu. Adapun apa yang terjadi dengan penutup para nabi dan rasul, maka sungguh Alloh telah mengisahkan tentang para pemuka Quraisy:

وَانْطَلَقَ الْمَلَأُ مِنْهُمْ أَنِ امْشُوا وَاصْبِرُوا عَلَى آلِهَتِكُمْ إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ يُرَادُ

“Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (dengan berkata), ‘Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu yang dikehendaki.’”

 

Ini sebagian perkataan para pembesar Quraisy. Maknanya sebagaimana dalam Tafsir Qurthubi:

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang dikehendaki.” Perkataan peringatan. Yaitu sesungguhnya Muhammad menginginkan dengan apa yang ia katakan agar manusia tunduk kepadanya dan menjadi pemimpin kita. Kita menjadi pengikutnya. Sehingga ia mengatur kita sebagaimana yang ia inginkan. Hati-hatilah dari mentaatinya.

 

Ayat ini menjelaskan bahwa di setiap negeri ada orang-orang jahat dari para pembesar dan pemuka mereka untuk berbuat kerusakan di muka bumi. Ini adalah sifat orang-orang jahat. Serta menjelaskan adat dan cara mereka. Ayat ini turun dan Rasululloh di Mekah, untuk menjelaskan kepada para juru dakwah bahwa makar adalah sifat orang-orang jahat. Dalam hal ini terdapet hiburan bagi para juru dakwah dengan apa yang akan mereka jumpai, sehingga mereka di atas persiapan. Karena Mekah telah melalui keadaan dan kondisi berat bagi kaum muslimin. Karena para pembesar Mekah telah berbuat makar terhadap kaum muslimin dengan setiap jalan dan sarana. Sebagaimana terjadi di hari ini. Sama saja, apakah tipu daya secara materi atau informasi, serta mempromosikan bahwa Islam adalah agama kejahatan dan pembunuhan. Kaum muslimin adalah orang-orang tidak berguna dan para pembunuh. Mereka adalah orang-orang zhalim dan para wanita muslim tertindas.

 

Ibnu Katsir mengatakan bahwa makar yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah seruan mereka kepada kesesatan dari sisi menghias-hiasi perkataan mereka dan perbuatan mereka. Al-Qur’an mengkhususkan menyebutkan para pembesar, karena mereka adalah para penguasa yang di tangan mereka segala perkara dan karena mereka adalah orang yang paling mampu untuk berbuat kerusakan dan menghalangi dakwah dengan ketetapan kedudukan mereka di kaumnya.

 

Kepemimpinan mereka terhadap masyarakat mereka dan diserahkannya kepemimpinan kepada mereka adalah perkara aneh. Sungguh telah didahulukannya maf’ul kedua, yang demikian bukan karena perkara ini aneh, karena mereka tidak pantas untuk menjadi pemimpin. Ibnu ‘Asyur berkata, “Didahulukannya maf’ul kedua untuk diperhatikan karena keanehan keadaannya. Karena menjadikan orang-orang jahat menjadi pembesar dan pemimpin adalah perkara aneh. Karena mereka tidak pantas menjadi pemimpin.

 

Termasuk perkara aneh dalam ayat tersebut, “Penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu.” Alloh menyifati para pembesar tersebut dengan mereka adalah orang-orang jahat dan orang-orang yang berbuat makar. Telah diketahui bahwa kejahatan adalah dosa. Perbuatan jahat adalah sifat para pelaku keburukan dari orang-orang jahat dan orang-orang yang berbuat makar dan sifat orang-orang yang jahat.

 

Alloh berfirman:

وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ. فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ . فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ .  وَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ .  قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ .  رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ .  قَالَ فِرْعَوْنُ آمَنْتُمْ بِهِ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّ هَذَا لَمَكْرٌ مَكَرْتُمُوهُ فِي الْمَدِينَةِ لِتُخْرِجُوا مِنْهَا أَهْلَهَا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ .

“Dan Kami wahyukan kepada Musa, ‘Lemparkanlah tongkatmu!’ Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata, ‘Kami beriman kepada Tuhan semesta alam. (yaitu) Tuhan Musa dan Harun.’  Fir'aun berkata, ‘Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya (perbuatan ini) adalah suatu makar yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya, maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini).”

 

Telah datang perintah Alloh kepada Musa عليه السَّلام untuk melemparkan tongkatnya. Lalu tongkat tersebut berubah menjadi ular yang berjalan dan memakan setiap apa yang mereka ada-adalan dari tipuan dan kebohongan / sihir. Tampaklah kebenaran dan jelas dalam peristiwa ini. Maka batallah sihir mereka, sehingga mereka hina dalam peristiwa tersebut. Karena kebatilan yang mereka banggakan telah hilang dan sihir yang mereka kerjakan telah sirna, mereka tidak mendapetkan tujuan mereka yang mereka inginkan.

 

Dari sana, tatkala para tukang sihir mengetahui bahwa apa yang terjadi bukanlah sihir atau perkara biasa, karena mereka mengetahui sihir dan metode-metodenya, maka mereka mengetahui apa yang tidak diketahui selain tukang sihir. Mereka mengetahui apa yang terjadi adalah ayat dari ayat-ayat Alloh. Karenanya, mereka tidak berbuat kecuali mengumumkan keimanan mereka.

 

Akan tetapi syahid dalam ayat-ayat ini bahwa kaum mukminin disifati dengan makar. Sedangkan makar adalah sifat untuk selain kaum mukminin. Sesungguhnya makar adalah sifat orang-orang kafir. Setiap sifat yang disebutkan padanya makar adalah sifat untuk orang-orang jahat, kecuali di tempat ini. Setelah Fir’aun mengumpulkan para tukang sihir, mengumpulkan para pembantunya, dan mengumpulkan rakyatnya, maka hasilnya kebalikan apa yang mereka inginkan. Sihir tersebut berbalik kepada para tukang sihir. Alloh melaksanakan perkara yang telah ditetapkan-Nya. Para tukang sihir tersebut sebagaimana perkataan Qatadah, “Mereka di awal siang adalah orang-orang kafir dan di akhir siang mereka adalah orang-orang yang mati syahid dan orang-orang baik.”

 

 قَالَ فِرْعَوْنُ آمَنْتُمْ بِهِ قَبْلَ أَنْ آذَنَ لَكُمْ إِنَّ هَذَا لَمَكْرٌ مَكَرْتُمُوهُ فِي الْمَدِينَةِ لِتُخْرِجُوا مِنْهَا أَهْلَهَا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ

“Fir'aun berkata, ‘Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu? Sesungguhnya (perbuatan ini) adalah suatu makar yang telah kamu rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya dari padanya, maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini).”

 

Ibnu ‘Asyur berkata: Perkataan Fir’aun di sini mengandung kemungkinan bahwa apa yang dikatakannya cocok dengan persangkaannya di atas tuduhan terhadap kaum mukminin. Ia mengatakannya sebagai celaan kepada kaum mukminin. Sebagaimana mengandung kemungkinan ia mengatakannya sebagai tipuan dan kebohongan untuk memalingkan manusia dari mengikuti para tukang sihir.

 

Dengan ini tampak penipuan dan kebohongan terhadap hakikat peristiwa tersebut di hadapan manusia. Tampaklah kebenaran secara nyata. Adapun Fir’aun, ia mengatakan perkataan ini untuk membela kehormatannya yang dirampas darinya dalam peristiwa ini. Ia berkata kepada manusia dan menyeru bahwa para tukang sihir telah bersekongkol dengan Musa. Ini telah mereka rencanakan secara rahasia. Ia mengklaim di hadapan rakyatnya bahwa mereka / para rakyat adalah yang diinginkan dalam makar ini. Musa dan orang-orang yang bersamanya dari para tukang sihir ingin mengeluarkan mereka dari kota mereka. Lalu Fir’aun mulai mengancam.

 

Fir’aun ingin membalikkan peristiwa tersebut kepada Musa dan orang-orang yang beriman bersamanya dan membalikkan peristiwa tersebut untuk maslahatnya, sehingga manusia berkumpul kepadanya. Fir’aun menyeru:

وَنَادَى فِرْعَوْنُ فِي قَوْمِهِ قَالَ يَا قَوْمِ أَلَيْسَ لِي مُلْكُ مِصْرَ وَهَذِهِ الْأَنْهَارُ تَجْرِي مِنْ تَحْتِي أَفَلَا تُبْصِرُونَ

“Dan Fir'aun menyeru kaumnya, berkata, ‘Hai kaumku, bukankah kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku, maka apakah kamu tidak melihat(nya)?’”

 

Fir’aun menyeru setelah ia melihat ayat yang gamblang, maka ia takut rakyatnya beriman, “Bukankah kerajaan Mesir yang luas ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawah istana-istanaku?”

 

Qatadah berkata, “Dahulu kebun-kebun dan sungai-sungai Mesir mengalir di bawah istananya.”

أَمْ أَنَا خَيْرٌ مِنْ هَذَا الَّذِي هُوَ مَهِينٌ

“Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini?” Ia mengisyaratkan kepada sedikitnya pengikut Musa dan rendahnya ia. Dalam perkataan ini terdapet hasutan kepada pengikut Musa dengan kekuasaannya. Musa tidak memiliki kekuasaan, harta, kedudukan, dan tidak pula pemerintahan.

 

Syaikh Abdurahman as-Sa’di رحمه الله berkata:

Lalu kaum mukminin berdoa kepada Alloh agar Alloh memantapkan mereka dan memberi kesabaran kepada mereka. Mereka berdoa:

رَبَّنَا أَفْرِغْ

“Rabb kami, limpahkan.” Yaitu curahkan.

عَلَيْنَا صَبْرًا

“Kepada kami kesabaran.” Yaitu (kesabaran) yang besar. Sebagimana yang ditunjukkan oleh lafazh nakirah. Karena ini adalah cobaan yang besar yang bisa sampai kepada kematian. Sehingga diperlukan kesabaran yang besar padanya untuk mengokohkan hati dan seorang mukmin tenang dengan keimanannya serta hilang darinya ketakutan yang besar.

وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ

“Dan wafatkan kami di atas Islam.” Yaitu tunduk kepada perintah-Mu dan mengikuti Rasul-Mu. Zhahirnya Fir’aun melaksanakan ancamannya kepada mereka dan Alloh menetapkan mereka di atas keimanan.

 

Sumber: www.alukah.net  بتصرف

Alloh Memerintahkan untuk Menegakkan Keadilan

 Alloh berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Alloh walaupun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Bila ia kaya ataupun miskin, maka Alloh lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Alloh adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”

 

Ibnu Katsir berkata, “Alloh memerintahkan para hamba-Nya kaum mukminin untuk mereka menegakkan al-qisth, yaitu keadilan. Mereka tidak boleh menyimpang dari keadilan dengan ke kiri dan tidak pula ke kanan. Mereka tidak takut celaan orang yang mencela di jalan Alloh. Tidak memalingkan mereka dari keadilan suatu pemaling pun. Hendaknya mereka tolong menolong, saling membantu dalam keadilan.

 

Firman Alloh, “Menjadi saksi karena Alloh.” Sebagaimana firman Alloh:

وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ

“Hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.” Yaitu hendaknya melaksanakan kesaksian tersebut mengharapkan wajah Alloh. Ketika itu, kesaksian tersebut benar dan adil, tidak mengandung penyimpangan, penggantian, dan penyembunyian. Karenanya Alloh berfirman, “Walaupun terhadap dirimu sendiri.” Yaitu bersaksilah dengan kebenaran, walaupun kemudharatannya kembali kepadamu. Apabila kamu ditanya tentang suatu perkara, maka katakanlah dengan benar padanya. Walaupun kemudharatannya akan menimpamu. Sesungguhnya Alloh akan menjadikan orang yang taat kepada Alloh kelapangan dan jalan keluar dari setiap perkara yang menyempitkannya.”

 

تفسير القرآن العظيم

 

Upah dalam Persaksian / Menjadi Saksi

Soal: Apa hukum orang yang memberi seseorang yang bersaksi untuknya terhadap suatu hak atau membantunya dalam masalah yang benar, lalu ia memberinya sejumlah harta. Untuk diketahui, saksi tersebut atau yang membantunya terhadap haknya tersebut tidak mensyaratkan apa pun?

 

Jawab:

 

Segala puji bagi Alloh.

 

Menyampaikan persaksian tidak boleh mengambil upah padanya, karena persaksian tersebut wajib dilaksanakan terhadap orang yang persaksian tersebut ada padanya karena Alloh, untuk menjelaskan kebenaran dan menghilangkan kezhaliman.

 

Alloh berfirman:

شُهَدَاءَ لِلَّهِ

“Menjadi saksi karena Alloh.”

Alloh berfirman:

وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ

“Dan tegakkan persaksian itu karena Allah.” Bukan untuk ketamakan duniawi.

Alloh berfirman:

وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

 

Orang yang padanya ada persaksian dengan kebenaran, wajib baginya untuk menyampaikan persaksian tersebut tanpa imbalan dan tanpa mengambil upah. Karena ini adalah ibadah yang Alloh perintahkan dalam firman-Nya:

وَأَقِيمُوا الشَّهَادَةَ لِلَّهِ

“Dan tegakkan persaksian itu karena Allah.” Dan firman-Nya:

كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّه

“Jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Alloh.”

 

Adapun orang yang membantumu dalam permusuhan atau dalam suatu masalah, ini apabila ia membantumu dalam makna ia menjadi wakil atau penggantimu (pengacara) dalam permusuhan tersebut, maka tidak mengapa kamu memberinya sesuatu dari harta sebagai ganti capeknya. Apa yang dilakukan para pengacara di pengadilan yang mereka menggantikan orang yang menuntut, mereka berseteru untuk klien mereka di pengadilan, mereka pulang pergi ke pengadilan, maka mereka mengambil upah sebagai ganti kecapekan mereka. Karena mereka adalah para wakil orang-orang yang bermasalah.

 

Adapun persaksian, maka tidak boleh mengambil upah padanya, bagaimanapun keadaannya.

 

Demikian pula seorang hakim yang memutuskan hukum di antara manusia, tidak boleh mengambil sesuatu pun dalam menetapkan hukum. Apabila ia mengambil, maka ini adalah suap yang Alloh dan Rasul-Nya mengharamkannya. Dan para ulama telah sepakat akan keharamannya.

 

Sebagaimana telah kami sampaikan, boleh bagi wakil atau pengganti dalam permusuhan di pengadilan untuk mengambil upah sebagai ganti capeknya, apabila ia mensyaratkannya atau orang yang punya masalah ridha dengan suatu upah sebagai ganti capeknya. Wallohu a’lam.


مجموع فتاوى الشيخ صالح الفوزان

Hukum Orang yang Berkhianat Harta Orang dan Meminta Maaf, Tapi Tidak Mengembalikan Harta yang Diambilnya dengan Khianat

Soal: Seseorang khianat harta orang lain dan setelah beberapa tahun, ia meminta maaf kepada pemilik harta. Akan tetapi ia tidak mengembali harta tersebut kepada pemiliknya dan pemilik harta tidak memaafkannya kecuali ia mengembalikan harta tersebut kepadanya. Pengkhianat tersebut tetap tidak mengembalikan harta tersebut dan pemilik harta tidak memiliki para saksi atau bayinah untuk menuntut hartanya di hadapan hakim. Apa hukum orang yang berbuat semisal ini?

 

Jawab:

 

Harus mengembalikan harta tersebut. Bagaimana tanggungannya gugur? Harus mengembalikan harta tersebut. Apabila pemilik harta tidak memaafkan, maka harta tersebut tetap dalam tanggungannya dan tanggungannya tidak gugur sampai ia mengembalikan harta yang telah ia ambil tersebut (kepada orang yang telah ia khianati).

 

Al-Mufti: الشيخ إبراهيم الرحيلي حفظه الله