Jumat, 16 November 2018

Hukum Mengirim Bacaan al-Qur'an untuk Mayit


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله ditanya, apakah membaca al-Qur’an untuk mayit, ganjarannya sampai kepada mayit? Bagaimana dengan (hukum) upah membaca al-Qur’an untuk mayit dan makanan keluarga mayit bagi para tamu?

Maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab:

Segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam. Adapun sedekah untuk mayit, maka mayit dapet manfaat dengannya dengan kesepakatan kaum muslimin. Tlh datang hadis-hadis shahih dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Semisal perkataan Sa’d, “Wahai Rasululloh, ibuku mati mendadak dan aku memandangnya seandainya ia bisa berbicara maka ia akan bersedekah. Apakah bermanfaat baginya bila aku bersedekah untuknya?” Maka Rasululloh menjawab, “Ya.”

Demikian pula menghajikan mayit, menyembelih kurban untuk mayit, doa, dan istighfar untuk mayit bermanfaat bagi mayit, dengan tanpa ada perselisihan di antara para imam kaum muslimin.

Adapun puasa untuk mayit, shalat sunah untuk mayit, dan membaca al-Qur’an untuk mayit maka dalam masalah ini ada dua pendapet di antara para ulama.

Awal: Mayit dapet manfaat dengan hal tersebut. Ini madzhab Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan selain keduanya, serta sebagian para sahabat Imam Syafi’i dan selain mereka.
Kedua: Tidak sampai kepada mayit. Ini masyhur dalam madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i.

Adapun menyewa orang-orang untuk membacakan al-Qur’an untuk mayit dan meniatkan ganjaran bacaan al-Qur’an untuk mayit, maka hal tersebut tidak sah. Para ulama mereka tlh berselisih akan bolehnya mengambil upah dalam mengajarkan al-Qur’an, adzan, menjadi imam shalat, dan menghajikan orang karena orang yang menyewa tersebut mengambil manfaatnya.

Ada yang berpendapet: Sah untuk hal tersebut, sebagaimana ini masyhur dalam madzhab Imam Malik dan Imam Syafi’i.

Ada yang berpendapet: Tidak boleh karena amalan-amalan ini pelakunya dikhususkan untuk menjadi orang-orang yang mendekatkan diri kepada Alloh. Sesungguhnya amalan-amalan tersebut sah dari seorang muslim bukan dari seorang kafir, maka amalan-amalan tersebut tidak boleh dikerjakan kecuali di atas aspek mendekatkan diri kepada Alloh. Bila amalan-amalan tersebut dikerjakan untuk suatu tujuan dunia maka tidak ada ganjarannya dengan kesepakatan kaum muslimin karena Alloh hanya menerima amalan yang diinginkan dengannya wajah-Nya, bukan amalan yang dikerjakan untuk tujuan duniawi.

Ada yang berpendapet: Boleh mengambil upah membacakan al-Qur’an untuk mayit bagi orang miskin, bukan bagi orang kaya. Ini pendapet ketiga dalam madzhab Imam Ahmad, sebagaimana Alloh mengizinkan bagi wali anak yatim untuk ikut makan harta anak yatim bila ia miskin dan tidak ikut makan harta anak yatim bila ia orang kaya. Ini pendapet yang paling kuat daripada selainnya. Berdasarkan ini, maka bila seorang miskin mengerjakannya karena Alloh dan ia mengambil upah karena ia butuh kepada upah tersebut (sebab miskin) yang ia menggunakan upah tersebut untuk taat kepada Alloh maka Alloh akan memberinya ganjaran sesuai dengan niatnya, sehingga ia tlh makan yang baik dan beramal shalih.

Adapun bila ia tidak membaca al-Qur’an kecuali untuk tujuan duniawi maka tidak ada ganjaran baginya dengan hal tersebut. Bila ia tidak dapet ganjaran dalam hal tersebut maka tidak ada sesuatu ganjaran pun yang sampai kepada mayit, karena yang sampai kepada mayit adalah ganjaran amal bukan amal itu sendiri.

Bila ia bersedekah dengan harta ini kepada orang yang berhak, maka hal tersebut sampai kepada mayit. Bila ia memberikan sedekah tersebut kepada orang yang menggunakan sedekah tersebut untuk membaca al-Qur’an dan mengajarkannya maka ini lebih utama dan lebih baik. Sesungguhnya membantu kaum muslimin dengan jiwa dan harta untuk belajar al-Qur’an, membacanya, dan mengajarkannya termasuk amalan yang paling utama.

Adapun keluarga mayit membuat makanan yang mereka mengundang manusia untuk (membaca al-Qur’an) untuk mayit maka ini tidak disyariatkan. Sesunguhnya ini adlh bid’ah. Bahkan Jarir bin Abdulloh tlh berkata:
كُنَّا نَعُدُّ الِاجْتِمَاعَ إلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَتَهُمْ الطَّعَامَ لِلنَّاسِ مِنْ النِّيَاحَةِ.
“Dahulu kami menganggap berkumpul di keluarga mayit dan mereka membuat makanan untuk manusia termasuk niyahah.”

Sesungguhnya sunahnya, bila mayit mati hendaknya dibuatkan makanan untuk keluarga mayit  sebagaimana Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata tatkala datang kabar kematian Ja’far bin Abu Thalib:
اصْنَعُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ مَا يَشْغَلُهُمْ
“Buatkan makanan untuk keluarga Ja’far, sungguh tlh datang kepada mereka apa yang menyibukkan mereka.”

( مجموع الفتاوى )


✍🏻Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc

════❁✿📓📓📓✿❁════

Grup Whatsapp : https://chat.whatsapp.com/B4U8s75BCHE0qrcIhql34h

Tidak ada komentar:

Posting Komentar