Senin, 01 November 2021

Disyariatkannya Menutupi Dosa Saudaranya yang Berkaitan dengan Hak Alloh

 

يا هذال! لو سترته بثوبك كان خيرا لك

“Wahai Hadzal, seandainya engkau menutupinya dengan bajumu maka hal tersebut lebih baik bagimu.” (Shahíh al-Jámi’). Syaikh Syuáib al-Arnauth berkata dalam Musnad Ahmad, “Shahih lighairih.”

 

Dalam riwayat Abu Daud:

 

أَنَّ مَاعِزًا، أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَقَرَّ عِنْدَهُ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ، فَأَمَرَ بِرَجْمِهِ، وَقَالَ لِهَزَّالٍ: لَوْ سَتَرْتَهُ بِثَوْبِكَ كَانَ خَيْرًا لَكَ

“Sesungguhnya Ma’iz mendatangi Nabi , lalu ia mengaku (berzina) di sisi Nabi sebanyak empat kali. Lalu Nabi memerintahkan untuk merajamnya. Nabi berkata kepada Hazzal, ‘Seandainya engkau menutupinya dengan bajumu maka hal tersebut lebih baik bagimu.’” (Syaikh al-Albani mendha’ifkan hadis ini).

 

Ibnu Munkadir berkata, “Sesungguhnya Hazzal memerintahkan Ma’iz untuk mendatangi Nabi , lalu ia menyampaikan kepada Nabi (perzinaannya).”

 

Dalam Mirqát al-Mafátíh Syarh Misykát al-Mashábíh:

 

“Sesungguhnya Ma’iz mendatangi Nabi , lalu ia mengaku (berzina) di sisi Nabi sebanyak empat kali.” Yaitu empat kali majlis.

 

“Lalu Nabi memerintahkan untuk merajamnya.” Yaitu ia dirajam.

 

“Nabi berkata kepada Hazzal,” (Hazzal) mubalaghah dari Házil.

 

“Seandainya engkau menutupinya dengan bajumu maka hal tersebut lebih baik bagimu.”

 

Dalam satu manuskrip, Ibnu Munkadir berkata, “Sesungguhnya Hazzal memerintahkan Ma’iz untuk mendatangi Nabi , lalu ia menyampaikan kepada Nabi (perzinaannya).”

 

Demikian, sesungguhnya Hazzal memiliki seorang budak wanita yang bernama Fatimah yang Ma’iz menzinainya. Lalu Hazzal mengetahuinya dan mengisyaratkan kepada Ma’iz untuk mendatangi Nabi yang ia menginginkan keburukan dan kehinaan bagi Ma’iz sebab perbuatannya terhadap budak wanitanya. Ada yang berkata demikian. Yang zhahir, hal tersebut adalah nasehat Hazzal untuk Ma’iz, sebagaimana yang akan diriwayatkan dalam hadis kedua dalam pasal ketiga.

 

Ibnu al-Humam berkata: Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah secara marfu’:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا دَامَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Siapa yang menghilangkan satu musibah dari musibah-musibah dunia dari seorang muslim maka Alloh akan menghilangkan darinya musibah dari musibah-musibah akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Alloh akan menutupi (aib)nya di dunia dan akhirat. Alloh akan menolong hamba-Nya selama hamba tersebut menolong saudaranya.”

 

Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan dari ‘Uqbah bin ‘Amir dari Nabi bersabda:

مَنْ رَأَى أَيَّ عَوْرَةٍ فَسَتَرَهَا كَانَ كَمَا أَحْيَا مَوْءُودَةً

“Siapa yang melihat suatu aib, lalu ia menutupinya maka (pahalanya) seperti menghidupkan anak perempuan yang dikubur hidup-hidup.” (Syaikh al-Albani mendha’ifkan hadis ini).

 

Bila menutupi aib disunahkan maka menjadi saksi terhadap aib tersebut menyelisihi yang utama, yang kembalinya kepada makruh littanzih. Karena ia dalam tingkatan sunah pada sisi perbuatan (meninggalkan bersaksi atasnya) dan makruh littanzih pada sisi meninggalkan (tidak bersaksi atasnya). Ini wajib bagi orang yang tidak sering berzina dan bukan orang yang tidak tahu malu. Bahkan sebagian orang membanggakan perzinaannya. Maka menjadi saksi atasnya lebih pantas daripada meninggalkan persaksian atasnya. Karena yang dituntut oleh Penetap syariat adalah meniadakan bumi dari kemaksiatan-kemaksiatan dan perbuatan keji, berdasarkan ayat-ayat al-Qurán yang memberi manfaat dalam hal tersebut. Hal tersebut tercapai dengan taubat dari para pelakunya dan dengan hukuman bagi mereka.

 

Bila Nampak keburukannya dengan berzina misalnya, minum khamr, tidak ada kepeduliannya (dengan nasehat), dan tersebarnya hal tersebut maka membersihkan bumi yang dituntut ketika itu adalah dengan taubat, dengan kemungkinan munculnya kondisi yang tidak ada perzinaan dan minum khamr. Termasuk hal yang disifati dengan hal itu (tidak adanya kemungkaran), maka wajib menggapai sebab lain untuk membersihkan bumi dari kemaksiatan, yaitu (ditegakkannya) hudud.

 

Berbeda dengan orang yang tergelincir (melakukan dosa) sekali atau beberapa kali dengan sembunyi-sembunyi, takut, dan menyesalinya. Orang ini di tempat yang saksinya disunahkan untuk menutupinya. Sabda Nabi kepada Hazzal (berkaitan) dengan Ma’iz, “Seandainya engkau menutupinya dengan bajumu.” Hal tersebut semisal orang yang kami sebutkan. Wallohu a’lam.

 

 

✍🏻Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc

       ..

════❁✿📓📓✿❁═══

Tidak ada komentar:

Posting Komentar