Rabu, 12 Juli 2017

Empat Jenis Orang (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah)




تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adlh bagi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al-Qashash: 83)

Manusia ada empat macam:
Awal: Mereka menginginkan keagungan (derajat yang tinggi) di atas manusia dan (menginginkan) kerusakan di bumi. Ini adlh maksiat kepada Alloh. Mereka adlh para raja dan para pemimpin yang berbuat kerusakan, semisal Fir’aun dan golongannya. Mereka adlh seburuk-buruk makhluk. Alloh تَعَالَى berfirman:
إنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ
“Sesungguhnya Fir'aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Fir'aun termasukorang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash: 4)

Muslim meriwayatkan dalam Shahíhnya dari Ibnu Mas’ud رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ berkata: Rasululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ وَلَا يَدْخُلُ النَّارَ مَنْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ إيمَانٍ فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ: إنِّي أُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبِي حَسَنًا وَنَعْلِي حَسَنًا. أَفَمِنْ الْكِبْرِ ذَاكَ؟ قَالَ: لَا؛ إنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاس.
“Tidak akan masuk Surga orang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari kesombongan dan tidak akan masuk Neraka orang yang di dalam hatinya ada seberat biji sawi dari keimanan.” Seorang lelaki berkata, “Wahai Rasululloh, aku senang bila bajuku bagus dan sandalku bagus. Apakah hal tersebut termasuk kesombongan?” Nabi menjawab, “Tidak, sesungguhnya Alloh indah menyenangi keindahan. Kesombongan adlh menolak kebenaran dan meremehkan manusia.”

بطر الحق adlh menolak dan mengingkari kebenaran. Sedangkan غمط الناس adlh menghinakan dan meremehkan mereka. Ini adlh kondisi orang yang menginginkan keagungan dan kerusakan.

Kedua: Orang-orang yang menginginkan kerusakan dengan tanpa keagungan. Semisal para pencuri dan para pelaku kejahatan dari manusia rendahan.

Ketiga: Mereka menginginkan keagungan tanpa kerusakan, semisal orang-orang yang memiliki agama, mereka menginginkan ketinggian / keagungan di atas manusia yang lain.

Keempat: Mereka adlh penduduk Surga yang mereka tidak menginginkan keagungan di bumi dan tidak pula kerusakan, bersamaan bahwa mereka kadang lebih tinggi dari selain mereka. Sebagaimana firman Alloh تَعَالَى:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Janganlh kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) kamu bersedih hati, padahal kamu adlh orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), bila kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Áli ‘Imrán: 139)
Alloh تَعَالَى berfirman:
فَلَا تَهِنُوا وَتَدْعُوا إلَى السَّلْمِ وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ وَاللَّهُ مَعَكُمْ وَلَنْ يَتِرَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulh yang di atas dan Alloh-(pun) beserta kamu dan Dia sekali-kali tidak akan mengurangi (ganjaran) amal-amalmu.” (QS. Muhammad: 35)
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan kemuliaan itu bagi Alloh, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin.” (QS. Al-Munáfiqún: 8)
Berapa banyak orang yang ingin kemuliaan dan hal itu tidak menambahnya kecuali kerendahan. Berapa banyak orang yang dijadikan tinggi / mulia, sedangkan ia tidak menginginkan kemuliaan dan tidak pula kerusakan. Demikian itu krn keinginan untuk mulia / tinggi di atas makhluk adlh kezhaliman. Krn manusia asalnya dari satu jenis. Keinginan seseorang untuk ia lebih tinggi / mulia dan selainnya di bawahnya adlh kezhaliman. Bersamaan hal tersebut adlh kezhaliman, manusia tidak menyukai dan memusuhi orang semisal itu. Krn orang yang adil di antara menusia, tidak senang ia dikuasai oleh orang yang semisal dirinya dan orang yang tidak adil di antara manusia, ia mengutamakan bahwa ia yang berkuasa. Bersamaan dengan hal tersebut, tidak bias tidak –sesuai akal dan agama- bahwa sebagian orang berada di atas sebagian yang lain, sebagaimana tlh kami kemukakan bahwa tubuh tidak benar kecuali harus memiliki kepala. Alloh تَعَالَى berfirman:
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ
“Dan Dia yang menjadikan kamu penguasa-penguasa dibumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikanNya kepadamu.” (QS. Al-An’ám: 165)
Alloh تَعَالَى berfirman:
نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُمْ مَعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَتَّخِذَ بَعْضُهُمْ بَعْضًا سُخْرِيًّا
Kami tlh menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain.” (QS. Az-Zukhrúf: 32)

Syariat tlh datang untuk menggunakan kekuasaan dan harta di jalan Alloh. Bila dimaksudkan dengan kekuasaan dan harta adlh untuk mendekatkan diri kepada Alloh dan menafkahkan hal tersebut di jalan Alloh, maka hal tersebut adlh kebaikan agama dan dunia. Bila kekuasaan terpisah dari agama atau agama terpisah dari kekuasaan maka rusak kondisi manusia. Sesungguhnya terbedakan antara pelaku ketaatan kepada Alloh dari pelaku kemaksiatan kepada Alloh dengan niat dan amal shalih. Sebagaimana dalam ash-Shahíhain dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إلَى صُوَرِكُمْ وَلَا إلَى أَمْوَالِكُمْ وَإِنَّمَا يَنْظُرُ إلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Alloh tidak melihat rupa-rupa kalian dan tidak pula harta-harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal perbuatan kalian.”

Tatkala mayoritas para penguasa menginginkan harta dan kehormatan dan mereka terpisah dari hakikat keimanan dalam kekuasaan mereka, sehingga kebanyakan manusia memandang bahwa kekuasaan (pemerintahan) menafikan keimanan dan kesempurnaan agama. Lalu di antara mereka ada orang yang mendominankan agama dan berpaling dari kekuasaan yang agama tidak sempurna kecuali dengan hal tersebut. Di antara mereka ada orang yang memandang hajatnya kepada kekuasaan, sehingga ia berpaling dari agama, krn ia berkeyakinan bahwa kekuasaan menafikan agama. Agama menurutnya di tempat kasih sayang dan kehinaan, bukan di tempat tinggi dan mulia.

Demikian pula tatkala mayoritas orang-orang yang beragama lemah dan takut untuk menyempurnakan agama krn kadang akan menimpa mereka musibah dalam menegakkan kesempurnaan agama; maka orang yang memandang bahwa kemaslahatannya dan kemaslahatan selainnya tidak tegak (bisa diperoleh) dengan jalan agama, menganggap lemah dan menghinakan metode orang-orang yang beragama.

Kedua jalan ini rusak –jalan orang yang menasabkan kepada orang-orang yang tidak menyempurnakan agama dengan kekuasaan, jihad, dan harta, dan jalan orang yang menginginkan kekuasaan, harta dan perang, namun tidak bertujuan untuk menegakkan agama- keduanya adlh jalan orang-orang yang dapet kemurkaan dan orang-orang yang sesat. Yang awal adlh jalan orang-orang sesat kaum Nashrani dan yang kedua adlh jalan orang-orang yang dapet kemurkaan kaum yahudi. Sesungguhnya jalan yang lurus adlh jalan orang-orang Alloh karuniakan kepada mereka dari para nabi, para shidiqin, para syuhada’, dan para shalihin. Ini adlh jalan Nabi kita Muhammad صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, jalan para khalifahnya, para sahabatnya, dan orang yang menempuh jalan mereka. Mereka adlh “orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridha kepada mereka dan Alloh menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itu adlh kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)

Wajib bagi seorang muslim untuk bersungguh-sungguh dalam hal tersebut sesuai dengan kemampuannya. Siapa yang memegang kekuasaan yang bertujuan untuk taat kepada Alloh; dan menegakkan agamanya dan kemaslahatan kaum muslimin yang bisa mengukuhkannya (dalam kekuasaan); serta menegakkan kewajiban-kewajiban dan menjauhkan diri dari keharaman-keharaman yang akan mengukuhkannya (dalam kekuasaan), maka ia tidak akan diadzab dengan apa yang ia tidak mampu mengerjakannya. Sesungguhnya berkuasanya orang-orang shalih lebih baik daripada berkuasanya orang-orang fajir.

Siapa yang tidak mampu untuk menegakkan agama dengan kekuasaan dan jihad, maka ia mengerjakan apa yang ia mampu mengerjakannya dari memberi nasehat dalam hati, mendoakan kebaikan untuk umat, mencintai kebaikan, dan mengerjakan kebaikan yang ia mampu kerjakan. Ia tidak dibebani apa yang ia tidak mampu mengerjakannya. Sesungguhnya tegaknya agama dengan al-Qurán yang memberi petunjuk dan besi (persenjataan) yang menolong (agama), sebagaimana yang disebutkan oleh Alloh تَعَالَى. Wajib bagi setiap orang untuk bersungguh-sungguh dalam menyatukan al-Qur’an dan besi (persenjataan) untuk Alloh تَعَالَى dan untuk mendapetkan apa yang ada di sisi-Nya (dari Surga) dengan meminta pertolongan kepada Alloh dalam hal tersebut.

Lalu dunia digunakan untuk menolong agama, sebagaimana perkataan Mu’adz bin Jabal رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ, “Wahai anak Adam, kamu membutuhkan bagianmu dari dunia dan kamu lebih membutuhkan kepada bagianmu dari akhirat. Bila kamu memulai dengan bagian akhiratmu maka perintahkan (untuk mengambil) bagian duniamu, lalu aturlh duniamu dengan sebaik-baiknya. Bila kamu memulai dengan bagian duniamu, lalu kamu kelepasan bagian akhiratmu, maka kamu dalam bahaya di dunia.” Dalil akan hal tersebut adlh apa yang diriwayatkan dari Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang bersabda:
مَنْ أَصْبَحَ وَالْآخِرَةُ أَكْبَرُ هَمِّهِ جَمَعَ اللَّهُ لَهُ شَمْلَهُ وَجَعَلَ غِنَاهُ فِي قَلْبِهِ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ؛ وَمَنْ أَصْبَحَ وَالدُّنْيَا أَكْبَرُ هَمِّهِ فَرَّقَ اللَّهُ عَلَيْهِ ضَيْعَتَهُ وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنْ الدُّنْيَا إلَّا مَا كَتَبَ لَهُ
“Siapa yang di waktu pagi  dan akhirat menjadi keinginan terbesarnya maka Alloh akan menyatukan apa yang bercerai berai dan menjadikan kekayaannya dalam hatinya dan dunia mendatanginya, sedangkan ia tidak menginginkannya. Siapa yang di waktu pagi dan dunia menjadi keinginan terbesarnya maka Alloh akan mencerai beraikan perkaranya dan menjadikan kemiskinannya di depan matanya dan dunia tidak mendatanginya kecuali apa yang tlh Alloh tetapkan baginya.”

Asal hal tersebut dalam firman Alloh تَعَالَى:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki agar mereka memberiku makan. Sesungguhnya Alloh, Dia Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzáriyát: 56-58)

Kami memohon kepada Alloh Yang Maha Agung untuk memberi taufik kita, para saudara kita, dan seluruh kaum muslimin kepada perkataan dan perbuatan yang Dia mencintainya dan meridhainya untuk kita. Sesungguhnya tidak ada daya dan tidak pula kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Alloh Yang Maha Tinggi Maha Agung.
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيمًا كَثِيرًا دَائِمًا إلَى يَوْمِ الدِّينِ.

Sumber: مجموع الفتاوى لابن تيمية (الشاملة)

🏻 Rohmatulloh Ngimaduddin, Lc
      

════ ❁✿ 📓📓📓✿❁ ════

📱 Grup whatsapp "بيان الحق", Gabung: ~+6287700383901~ 085741351620

Tidak ada komentar:

Posting Komentar