وَعَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَرْبَعٌ فِي أُمَّتِي مِنْ أَمْرِ
الْجَاهِلِيَّةِ، لَا يَتْرُكُونَهُنَّ: الْفَخْرُ فِي الْأَحْسَابِ، وَالطَّعْنُ
فِي الْأَنْسَابِ، وَالِاسْتِسْقَاءُ بِالنُّجُومِ، وَالنِّيَاحَةُ.
وَقَالَ: النَّائِحَةُ إِذَا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِهَا تُقَامُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَيْهَا سِرْبَالٌ مِنْ قَطِرَانٍ، وَدِرْعٌ مِنْ جَرَبٍ.
رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abu Malik al-Asy’ari berkata: Rasululloh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
“Empat (perkara) pada umatku termasuk perkara Jahiliyah yang mereka tidak
meninggalkannya: Membanggakan hasab (kemuliaan), mencela nasab, meminta hujan
kepada bintang, dan niyahah.” Nabi bersabda, “Seorang wanita yang meratapi
mayat bila tidak bertaubat sblm kematiannya maka ia berdiri pada Hari Kiamat
dan ia mengenakan gamis dari qathiran dan baju dari kudis.” (HR. Muslim)
Dalam Mirqátul Mafátíh Syarh Mishkátil Mashábíh disebutkan:
“Empat,” yaitu perkara, empat hal.
“Pada umatku,” empat perkara tersebut ada pada umatku.
“Termasuk perkara Jahiliyah,”
yaitu termasuk perkara mereka dan sifat mereka yang umum mereka kerjakan, serta
kebanyakan umat mengerjakannya.
“Yang mereka tidak
meninggalkannya,” yaitu pada umumnya. Ath-Thiby berkata, “Maknanya: Sifat
ini senantiasa ada pada umat yang mereka keseluruhan tidak meninggalkannya,
(sebagaimana) mereka meninggalkan selainnya dari sunah-sunah Jahiliyah.
Sifat-sifat tersebut, bila sekelompok umat meninggalkannya maka kelompok yang
lain mengerjakannya.”
“Membanggakan,” yaitu
mengagungkan diri.
“Kemuliaan,” yaitu kedudukan dan sebab-sebabnya. Hasab adlh
apa yang seseorang menghitungnya termasuk sifat-sifat (mulia) yang ada padanya,
seperti; keberanian, kefasihan, dan selainnya. Ada yang berpendapet: Hasab adlh
apa yang seseorang menghitungnya termasuk kemuliaan bapak-bapaknya.
Ibnu as-Sikit berkata, “Hasab
dan kedermawanan adlh sifat seorang lelaki, walaupun bapaknya tidak memiliki
kemuliaan. Sedangkan kemuliaan dan kehormatan tidak dimiliki kecuali oleh para
bapak.
Dalam al-Faiq: Kebanggaan
adlh seorang lelaki yang dianggap memiliki kemuliaan yang diwarisi dari orang
tuanya. Di antaranya adlh perkataan mereka, “Siapa yang kelepasan kemuliaannya
maka ia tidak bisa mengambil manfaat dari kemuliaan bapaknya.” Yaitu kebanggan,
kesombongan, dan keagungan dengan menghitung kemuliaannya dan kemuliaan yang diwarisinya
dari bapak-bapaknya.
Seorang lelaki yang
mengutamakan dirinya atas orang lain untuk merendahkannya, (hukumnya) tidak
boleh.
“Mencela nasab,” yaitu
memasukkan aib ke dalam nasab orang. Maknanya seorang lelaki merendahkan orang
tua orang lain dan mengutamakan bapak-bapaknya di atas bapak-bapak orang lain.
(Hal ini) tidak boleh ditampakkan kecuali dengan Islam atau kufur.
Aku berkata (penulis):
Kecuali bila ia menginginkan menyakiti seorang muslim.
“Meminta hujan,” yaitu
memohon hujan.
“Kepada bintang,” yaitu
dengan sebab-sebab bintang. Ath-Thibi berkata, “Memohon hujan, yaitu
memperkirakan hujan dengan letak-letak bintang di langit. Sebagaimana mereka
dahulu berkata, ‘Turun hujan kepada kita sebab bintang ini.’”
Maknanya bahwa keyakinan
seseorang akan turunnya hujan dengan tampaknya bintang gini adlh haram. Wajib
dikatakan, “Turun hujan kepada kita sebab keutamaan Alloh تَعَالَى .
“Dan niyahah,” yaitu
perkataan, “Wah celakanya, wah ruginya.” Nudbah (ungkapan kerugian) tatkala
menyebutkan kebaikan mayat, semisal; ‘wah beraninya, wah (semisal) singa, wah
tempat bersandar.’
“Seorang wanita yang meratapi
mayat,” yaitu seorang wanita yang berbuat niyahah.
“Bila tidak bertaubat sblm
kematiannya,” yaitu sblm kedatangan kematiannya.
Turibisyty berkata,
“Dikaitkan dengan sblm kematiannya agar diketahui bahwa syarat taubah, ia
bertaubat dan ia mengharapkan masih hidup serta ia mampu untuk melaksanakan
perbuatan yang ia tlh bertaubat darinya. Pembenaran tersebut adlh firman Alloh تَعَالَى:
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينِ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ
‘Dan tidaklh taubah itu
diterima Alloh dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan…’ (QS. An-Nisá’: 18).”
Krn ini, sebagian para imam kita berkata,
“Taubah krn keputus-asaan dari orang kafir tidak diterima dan dari seorang
mukmin diterima sebagai karomah akan keimanannya. Termasuk hal yang
menguatkannya adlh kemutlakan sabda Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Alloh menerima
taubah seorang hamba selama ruhnya blm sampai tenggorokan.” (HR. Ahmad,
Tirmidzi, Nasa’i, dan selain mereka dari Ibnu Umar).
“Maka ia berdiri pada Hari
Kiamat,” di antara penduduk Neraka dan penduduk mahsyar untuk diobral aibnya.
Ath-Thibi berkata, “Yaitu ia dikumpulkan (di mahsyar). Kemungkinan pula ia
diberdirikan dalam kondisi tersebut di antara penduduk Neraka dan penduduk
mahsyar, sebagai balasan terhadap perbuatan niyahahnya. Ini (balasan) yang
sesuai.
“Dan ia mengenakan gamis,”
yaitu gamis yang dilumuri.
“Dari qathiran,” cairan yang
digunakan untuk melumuri. Ada yang berkata, “Minyak yang digunakan untuk melumuri
unta yang berkudis.” Ath-Thibi berkata: Qathiran adlh apa yang diambil dari
pohon yang bernama abhal (cemara cina), lalu dimasak dan digunakan untuk
melumuri unta yang berkudis. Sehingga kudis tersebut terbakar dengan panasnya
qathiran dan membersihkan kulit (dari kudis). Kadang panasnya qathiran sampai
ke rongga tubuh.
“Dan baju dari kudis,” yaitu
krn kudis yang ada padanya. Ath-Thibi berkata: Yaitu dikuasakan pada anggota
tubuhnya kudis dan gatel yang mana kudis menutupi kulitnya sebagaimana baju
menutupi tubuh. Lalu tempat kudis tersebut dilumuri qathiran untuk
mengobatinya. Sehingga obat tersebut lebih berpenyakit daripada penyakit
tersebut krn ia mengandung sengatan qathiran, cepat menjalarnya api pada kulit,
dan (menyebabkan) warna yang buruk.
At-Turibisyty berkata:
Dikhususkan baju dari kudis krn ia (wanita yang berniyahah) melukai hati
orang-orang yang terkena musibah dengan kata-katanya yang membakar dan
menggaruk tempat-tempat musibah dengan kata-kata tersebut. Sehingga ia dihukum
dalam makna tersebut dengan apa yang sesuai dengannya dalam gambaran.
Dikhususkan pula dengan gamis dari qathiran krn ia dahulu memakai pakaian hitam
dalam ta’ziyah, sehingga Alloh memakaikan gamis kepadanya agar ia merasakan
akibat buruk perbuatannya.
Bila kamu berkata, “Nabi
menyebutkan empat perkara tersebut dan Nabi tidak mengaitkan dengan ancaman
kecuali kepada niyahah, apa hikmah akan hal tersebut?” Aku jawab: Niyahah
khusus bagi para wanita. Mereka tidak meninggalkan niyahah sebagaimana kaum
lelaki meninggalkan niyahah, sehingga mereka butuh kepada tambahan ancaman.
Ibnu Hajar berkata: Para imam
kami menetapkan hukum dari hadis-hadis ini akan haramnya niyahah, menghitung
kebaikan mayat dengan semisal, “Wah tempat berlindung” dengan meninggikan suara
dan menangis, haramnya memukul pipi, merobek kantong baju, mengacak-acak
rambut, mencukurnya, mencabutnya, menghitamkan wajah, menaburkan tanah ke
kepala, dan berdoa dengan kecelakaan dan kebinasaan.
Imam al-Haramain dan
selainnya berkata: Patokannya, diharamkan semua perbuatan yang mengandung
penampakan kesedihan yang menafikan tunduk dan menerima takdir Alloh تَعَالَى. Mereka berkata: Termasuk hal tersebut
adlh merubah pakaian dan mengenakan selain apa yang berlaku secara adat untuk
dikenakan, yaitu walaupun menjadi adat mengenakan (pakaian tersebut) tatkala
terkena musibah.
✍🏻 Rohmatulloh
Ngimaduddin, Lc
…
════ ❁✿ 📓📓📓✿❁ ════
📱 Grup whatsapp
"بيان الحق",
Gabung:085741351620
Tidak ada komentar:
Posting Komentar